Thursday, February 23, 2006

Berjuang Menjadi Orangtua Yang Cerdas


Berawal dari keprihatinan menghadapi situasi masa kini, sebagian orangtua bersatu membentuk komunitas. Tekadnya sederhana,mencerdaskan sesama orangtua agar terhindar dari "kesesatan". Mereka berusaha menjadi orangtua kritis yang tak begitu saja menerima resep dokter, atau terbujuk iklan.

Mungkin beginilah paradoks zaman modern, ketika arus kehidupan dikendalikan konsumerisme. Kekuatan bujukan iklan sering kali membuat seseorang merasa tak berdaya. Apalagi bagi orang yang tak punya akses cukup untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai produk tersebut.
Kalau sudah begini, apa yang diklaim dalam iklan sering kali menjadi hal yang dipercaya begitu saja.

Anak-anak sering menjadi obyek penderita kesalahpahaman. Sebab itu,yang dicerahkan harus orangtuanya. Dengan mailing list, kami bergerilya," tutur Purnamawati S Pujiarto SpAK, MMPed yang mengampanyekan penggunaan obat secara rasional (rational use of drug/RUD) kepada konsumen medis.

Selama tiga tahun terakhir ini, Wati, demikian sapaannya, berusaha membina dan mencerdaskan para orangtua melalui komunitas maya yang diberi nama Grup Sehat. Moto komunitas ini "be smarter be healthier". Upayanya, yang telah tahunan dirintis, didukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ibu empat anak ini juga menjadi salah satu konsultan WHO.

Kini, pada mailing list sehat@yahoogroups.com telah tercatat 3.218 anggota dari penjuru Indonesia hingga yang bermukim di luar negeri. Para orangtua dapat berkonsultasi bebas dengan Wati dan sejumlah dokterlain,sampai dibimbing mempelajari ilmu kesehatan terkini dari berbagai situs terpercaya.

Pujiati (29), yang tinggal di Surabaya, dulu kerap bolak-balik ke dokter anak karena putranya, Bagas (24 bulan), sering sakit. Setiap kali sakit Bagas selalu diberi antibiotik serta obat berbentuk puyer. Ketika itu dia belum paham, antibiotik tak diperlukan untuk pengobatan batuk pilek pada anak-anak yang umumnya disebabkan virus.

Virus dapat dilawan dengan meningkatkan daya tahan tubuh. Kalau penyakit itu disebabkan bakteri, baru diperlukan antibiotik. Sebagian dokter bahkan sering memberikan antibiotik paling ampuh, mahal, yang sebenarnya justru antibiotik spektrum luas (broad spectrum). Akibatnya, beragam bakteri yang tergolong baik pun turut tergilas.

"Setelah bergabung dengan Grup Sehat, saya baru menyadari semua praktik itu kelirumologi alias salah. Kini, kunjungan ke dokter anak sangat jarang, dan anak saya sehat. Kalau batuk pilek cukup home treatment saja. Banyak minum air putih hangat, makan makanan yang disukainya,dan istirahat. Kalau demam, saya kompres dia dengan air hangat atau minum obat penurun panas saja. Enggak perlu antibiotik dan suplemen," tutur Pujiati.

Tak mudah bagi Pujiati menularkan pengetahuan itu kepada suaminya.Sang suami malah sempat mengira komunitas yang diikutinya beraliran aneh.Orang awam memang kerap mengira komunitas ini anti-obat,anti-antibiotik, bahkan anti-dokter. Padahal sama sekali tidak.Koridor konsep RUD-lah yang menjadi pegangan Grup Sehat.

"Antibiotik itu anugerah kehidupan, harus dieman-eman (disayang-sayang).Ketika kita betul-betul membutuhkan antibiotik, dia adalah penyelamat jiwa," ujar Wati yang kini mendirikan Yayasan Orang Tua Peduli.

Penggunaan antibiotik secara tidak rasional justru memunculkan bermacam bakteri yang bermutasi, dan resisten terhadap antibiotik (superbugs).Sementara penemuan antibiotik baru tidaklah secepat perkembangan munculnya bakteri baru. Semakin sering menggunakan antibiotik secara tak rasional, malah menyebabkan anak sering jatuh sakit. Belum lagi risiko seperti gangguan hati pada anak, seperti kerap ditemukan Wati, yang juga ahli hepatologi anak ini.

Proses menyenangkan

Selain RUD, para anggota komunitas juga memperoleh informasi obyektif menyangkut pemenuhan gizi anak, serta problem klasik seperti anak susah makan. Tipikal sebagian orangtua masa kini yang tergopoh-gopoh menjejali anak dengan obat ketika jatuh sakit biasanya diikuti pula dengan memberi anak berbagai suplemen penambah nafsu makan dan susu formula.

"Beredarnya susu bubuk yang mengklaim bisa menjadi pengganti makanan lengkap juga banyak dipahami orangtua secara sesat. Padahal, makan itu proses belajar,eksplorasi, yang penuh dengan unsur hiburan. Sebagian orangtua sering mengambil cara praktis ketimbang bereksperimen dengan menu agar disukai anak," kata Wati.

Gempuran iklan susu formula di media massa juga dapat mendoktrin sebagian orangtua bahwa anak harus minum susu formula. Padahal, bayi hingga usia enam bulan harus eksklusif minum air susu ibu (ASI).Usia diatas satu tahun, selain ASI, bayi cukup diberi susu sapi cair tanpa pengawet, yang telah disterilisasi dengan teknik ultrahigh temperature(UHT) atau pasteurisasi. Aneka susu yang menyebut ditambahi berbagai zat penting untuk perkembangan otak hanyalah klaim yang tidak berlandaskan
prinsip ilmiah evidence based medicine (EBM).

"Di luar negeri, anak di atas satu tahun masih minum formula akan ditertawakan tenaga medis. Di atas satu tahun, susu bukan segalanya.Gizi anak terutama dari makanan. Orangtua harus paham piramida makanan.Siapa bilang anak harus gemuk, yang penting anak itu sehat," tutur Wati yang prihatin dengan praktik pemasaran susu formula yang, menurut dia,semakin tak etis.

Yosi Kusuma Ningrum (27) mengaku dulu sempat termakan iklan susu formula. Susu berharga ratusan ribu rupiah itu dibelinya demi sang buah hati. Agen pemasaran susu formula kerap meneleponnya, membujuk dia agar anaknya diberi susu formula supaya gemuk.

"Sekarang enggak lagi. Mendingan uangnya ditabung untuk pendidikan anak kelak. Tetapi orang-orang, bahkan keluarga sendiri, sering sinis. Mereka bilang, kok anakku dikasih susu murah, padahal kedua orangtuanya bekerja," ujar Yosi, ibu seorang anak yang tinggal di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur.

Tanpa tes alergi

Sebagian dokter pun sering kali terlalu mudah mendiagnosis seorang anak alergi susu sapi, tanpa melakukan tes alergi terlebih dahulu. Pujiati pernah mengalami hal ini, dan memberi anaknya susu bubuk kedelai yang harganya relatif lebih mahal. Nyatanya, setelah tak lagi minum susu bubuk kedelai pun, anaknya tak bermasalah.

Anak Pujiati dan Yosi yang meminum susu sapi biasa tetap sehat,lincah,dan mudah buang air besar meskipun mereka sama sekali tidak lagi mengonsumsi suplemen vitamin dan penambah nafsu makan.

Hal krusial lain dalam masalah kesehatan anak adalah imunisasi.Kesalahpahaman seputar imunisasi kerap terjadi, mulai dari isu autisme hingga pemberian imunisasi secara tunggal. Beragam riset seperti WHO,Centers for Disease Control and Prevention (CDC), dan Institute of Medicine (IOM) telah menegaskan vaksinasi measles, mumps, rubella(MMR)tidak berkorelasi dengan autisme. Bayi dan anak-anak pun dianjurkan
divaksinasi secara simultan sehingga meminimalkan kunjungan ke dokter,mengurangi risiko tertular penyakit di rumah sakit, serta anak cepat terbentengi imunitasnya.
Belum lagi dokter yang "bereksperimen" dengan meresepkan obat yang tidak perlu untuk mengurangi efek demam dari imunisasi.

Anak saya pernah diresepkan luminal setelah imunisasi DPT(difteri-pertusis-tetanus). Padahal, luminal itu obat penenang saraf.Katanya, biar orangtua enggak repot," tutur Alia Indardi (34), ibu dari tiga anak, yang tinggal di Jatiwaringin, Bekasi.

Alia lantas mengatakan kepada dokter tersebut bahwa dia tidak akan menebus obat itu.
Alasannya, dampak demam dari imunisasi adalah gejala yang normal.Jika anaknya terganggu dengan demam tersebut,pemberian obat penurun panas saja sudah mencukupi.

Untuk anak yang sedang kejang saja, luminal sudah tidak direkomendasikan lagi.
"Coba kalau pasiennya tidak memiliki informasi yang cukup dan berimbang,kan pasti sudah langsung menurut saja.Jadilah anak itu dikasih obat penenang saraf," ujar Alia.

sumber:
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0602/19/keluarga/2447692.htm

Agar Bayi Tumbuh Sehat

Untuk memulai kehidupan yang berkualitas pada buah hati Anda,pastikan tempat bersalin yang Anda pilih mendukung ASI eksklusif.Segera sentuhkan puting susu ibu pada mulut bayi segera setelah dia dilahirkan.

Setelah itu pastikan juga bayi segera divaksinasi hepatitis B segera setelah lahir.
Ketika anak sakit, tanyakan kepada dokter, apa penyebabnya dan bagaimana tindakan yang perlu dilakukan.Sebaiknya Anda tidak semata-mata bertanya tentang apa obatnya saja.

Jangan segan untuk terus bertanya tentang hal yang ingin Anda ketahui untuk kesehatan anak meskipun sang dokter terkesan malas menjawab.Oleh karena itulah, Anda tidak perlu "ikut-ikutan" untuk selalu memilih dokter yang dibanjiri pasien.

Hindari penggunaan beragam obat pada saat yang sama (polifarmasi),untuk kondisi yang tidak perlu. Hindari antibiotik jika sakit disebabkan virus. Infeksi karena bakteri pada radang tenggorokan, misalnya,perlu bukti kultur bakteri dengan mengambil usap tenggorok.

Jika memang anak memerlukan antibiotik, pastikan dokter meresepkan antibiotik spektrum sempit yang bekerja pada bakteri yang dituju.Infeksi ringan pada saluran napas, telinga, atau sinus hanya perlu antibiotik yang bekerja pada gram positif. Tak ada salahnya berkonsultasi dahulu dengan ahli farmakologi-secara online
misalnya-sebelum obat dikonsumsi anak.

Fotokopi resep

Fotokopi semua resep yang diberikan dokter dan diarsip. Hal ini dapat membantu Anda jika anak mengalami reaksi efek samping obat. Hal serupa juga baik dilakukan untuk seluruh anggota keluarga jika memperoleh resep dokter.

Jangan pernah memberikan nomor telepon rumah, seluler, ataupun nomor telepon kantor Anda kepada agen pemasaran produk susu formula/makanan bayi di pasar swalayan. Sebab, boleh jadi nantinya Anda akan terus "diteror". Maksudnya, ditelepon dan dibujuk supaya anak Anda terus mengonsumsi produk mereka.

Ikuti dan pantau perkembangan masalah kesehatan dari situs-situs terpercaya yang dapat dijadikan sumber informasi. Misalnya,www.sehatgroup.web.id,www.mayoclinic.com, www.iwandarmansjah.web.id,www.idai.or.id, www.who.org, www.aap.org, www.cdc.gov, www.ibfan.org,dan www.breastfeeding.com. (SF)

NB : Bunda dah ikutan loch jadi member milis SEHAT, ada yg mo ikutan? cmiiw